Jakarta – Komisi Fatwa (KF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam sidang
31 Agustus 2016 lalu membahas dan menetapkan fatwa halal dan suci untuk
produk tinta cetak. “Memang tinta cetak itu tidak termasuk kategori
produk pangan, tapi sebagai barang gunaan. Dan ketentuan halal bagi
barang gunaan itu tercakup juga dalam ketetapan Undang-undang No. 33,
Th. 2014, tentang Jaminan Produk Halal,” tutur Dr. Asrorun Niam Sholeh,
M.A., Sekretaris KF MUI usai memimpin sidang fatwa tersebut.
Ketentuan halal bagi barang gunaan ini, tambahnya, disebutkan secara
khusus dalam Pasal 4 UU JPH, yang mencakup barang gunaan yang dipakai,
digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Dan “Pembahasan serta
penetapan fatwa oleh KF MUI ini diperlukan untuk penegasan kesucian
produk tersebut. Sehingga karenanya tentu perlu dilakukan proses
pemeriksaan atau audit tentang bahan-bahan serta proses produksinya,”
ujarnya lagi.
Selain itu, ia menambahkan, penetapan fatwa ini merupakan bagian dari
Khidmatul-Ummah, pelayanan bagi masyarakat yang dilakukan oleh MUI,
karena adanya permintaan khusus dari perusahaan yang mengajukan proses
sertifikasi halal, dan/atau permintaan dari masyarakat secara umum.
Sekaligus juga sebagai implementasi aspek Ri’ayatul-Ummah, memelihara
kepentingan umat agar terhindar dari produk-produk yang syubhat.
Bentuk Ihtirom dalam Mencetak Ayat-ayat Suci
Sedangkan Dr.K.H. Abdur Rahman Dahlan, MA., Ketua PB Al-Wasliyah
sekaligus juga Anggota Komisi Fatwa MUI mengemukakan, penetapan fatwa
halal dan suci untuk tinta cetak itu diperlukan pertama sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan pemerintah
dan DPR. Kedua sebagai bentuk Ihtirom atau penghormatan dan pemuliaan
dalam mencetak ayat-ayat suci Al-Quran.
Karena bagaimana pun juga, ia menjelaskan, sangat besar kemungkinan
bahwa tinta cetak itu juga dipakai untuk mencetak Kitab Al-Quran. Tentu
sangat tidak patut kalau mencetak ayat-ayat suci Al-Quran ternyata
dengan menggunakan tinta yang tidak jelas kesuciannya. Padahal dalam
ayat Al-Quran telah ditegaskan yang artinya, “Sesungguhnya Al-Quran ini
adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul
Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci.” (Q.S.
Al-Waqi’ah, 56: 77-79).
Dari ayat itu, sebagian ulama menafsirkan, orang tidak boleh menyentuh
Al-Quran kecuali telah bersuci terlebih dahulu; yakni dengan berwudhu.
Maka tentu lebih tidak boleh lagi kalau ternyata dzat tinta untuk
mencetak Al-Quran itu tidak jelas kesuciannya.
Lebih lanjut lagi, dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta ini menambahkan, mungkin pula tinta cetak itu
dipergunakan untuk mencetak lembaran cetakan atau buku saku, yang
kemudian dimasukkan ke dalam saku, lalu dibawa sholat. Maka, kalau tinta
cetaknya itu tidak diyakini kesuciannya, tentu menjadi masalah. Karena
diantara sah sholat adalah harus suci badan, pakaian dan tempat dari
najis.
“Jadi jelas, dari paparan ini, ternyata masalah tinta cetak itu
terbukti bersentuhan langsung dengan masalah ibadah yang sangat prinsip
bagi umat Islam. Iya kan,” ia menegaskan dengan nada retoris.
Produk tinta cetak yang difatwakan halal dan suci ini adalah yang
pertama kali dalam kategori ini, dihasilkan oleh PT. Toyo Ink Indonesia,
Serang Banten. Selain itu, KF MUI juga membahas dan menetapkan fatwa
bagi 70 perusahaan/registrasi yang mengajukan proses sertifikasi halal,
dan telah pula diaudit, diperiksa secara teliti oleh tim LPPOM MUI,
sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Dan, Alhamdulillah,
kesemua produk dapat diterima dan dinyatakan halal dalam sidang KF MUI
tsb. (Usm).
Komentar
Posting Komentar