Status Kehalalan Flavor Pada Minuman



 Kompleksitas proses produksi industri pangan masa kini, mengakibatkan status kehalalan produk yang dihasilkan menjadi syubhat, atau diragukan dalam kaidah syariah. Demikian dikemukakan Wakil Direktur LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si., pada pembukaan Pelatihan Sistim Jaminan Halal (SJH), Selasa, 1 September 2015 di Bogor.
 
Sebagai contoh perbandingan, minuman dari tebu dan minuman rasa strawberry, ia menjelaskan kepada 44 peserta pelatihan yang dilangsungkan pada 1-3 September 2015 di Global Halal Center Bogor. Minuman dari tebu yang diolah secara tradisional, tentu tidak diragukan kehalalannya. Yaitu minuman yang diperoleh dari batang tebu yang sudah tua, lalu digiling atau diperas airnya, menjadi minuman tebu yang manis alami, menyegarkan. Berbeda dengan minuman rasa strawberry yang diproses dengan teknologi industri masa kini, lazimnya menggunakan banyak bahan tambahan.  
 
Diantara bahan tambahan yang digunakan, paparnya lagi, adalah: flavor base strawberry, glycerin, lecithin, emulsifier, tween, vitamin E, dll. Dari bahan-bahan itu, yang harus dicermati titik kritisnya terutama ialah glycerin, emulsifier, dan tween. Karena tween dibuat dari bahan lemak, glycerin diproduksi juga dari bahan turunan lemak, sedangkan emulsifier dihasilkan dari fatty acid (asam lemak). 
 
 
Penelitian Titik-titik Kritis Keharaman Sangat Mendalam
 
Dalam audit yang dilakukan dalam proses sertifikasi halal oleh LPPOM MUI, kesemua bahan dari lemak itu diteliti secara mendalam, dan ditelusuri dengan beberapa langkah-tahapan yang sangat hati-hati. Karena merupakan titik-titik kritis keharaman produk yang dihasilkan. Sebab, kalau bahan dari lemak, maka harus diketahui dengan pasti, apakah itu merupakan lemak nabati, dari tumbuhan; ataukah lemak hewani, yakni berasal dari lemak hewan. Kalau dari lemak hewan, harus ditelaah lagi, apakah hewannya itu babi yang diharamkan dalam Islam, ataukah dari sapi atau hewan lain yang halal dikonsumsi bagi umat Muslim. 
 
Lebih lanjut lagi, kalaupun lemak itu berasal dari sapi yang halal, tetap mengemuka pertanyaan yang krusial dan sangat menentukan; apakah sapi itu disembelih sesuai dengan kaidah syariah, atau tidak. Menurut ketentuan MUI, penyembelihan sesuai dengan kaidah syariah harus memenuhi syarat yang ketat. Diantaranya yaitu, harus disembelih oleh jagal yang beragama Islam, melafalkan kalimah “Bismillahi Allahu Akbar” saat menyembelihnya, dan penyembelihan dilakukan dengan mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan (mari’/esophagus), saluran pernafasan/tenggorokan (hulqum/trachea), serta dua pembuluh darah (wadajain/vena jugularis dan arteri carotids). Dan memastikan adanya aliran darah dan/atau gerakan hewan sebagai tanda hidupnya hewan (hayah mustaqirrah).
 
“Dari sini dapat dipahami, mengkonsumsi minuman rasa strawberry dari hasil proses industri, walaupun sexcara sekilas tampak sederhana, namun harus diwaspadai, agar dapat terhindar dari konsumsi produk yang haram,” ujarnya menandaskan. (Usm).

Komentar