Kamis, 13 Juni 2013

Urgensi Masyarakat Sadar Halal


Urgensi Pola Hidup Halalan Toyyiban


Bagi seorang mu’min, makanan bukanlah sekedar pengganjal perut kala lapar, akan tetapi ia bisa membawa manusia kedalam api neraka jika apa yang dimakan itu jika tidak halal (haram). Disamping itu makanan haram menyebabkan ibadah yang kita lakukan serta do’a yang kita panjatkan akan sia-sia. Mari kita perhatikan salah satu dari sekian banyak hadist terkait makanan haram berikut:


"Ya Rasulullah, doakanlah aku agar menjadi orang yang dikabulkan doa-doanya oleh Allah." Apa jawaban Rasulullah SAW, "Wahai Sa'ad perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya. Dan demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amalnya selama 40 hari dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak baginya." (HR At-Thabrani)




Sebagian ulama berpendapat bahwa makanan yang kita makan berpengaruh terhadap pembentukan sifat dan karakter kita. Maka Bukan tidak mungkin jika ada kenakalan dan ketidak patuhan anak-anak kita, budaya korupsi para pejabat kita, maraknya kemaksiatan dan sikap meremehkan dosa dan lain-lain sedikit banyak akibat dari masuknya makanan haram pada tubuh mereka. Untuk lebih detail memahami dampak buruk makanan haram bagi kita dan keluarga silahkan dibaca artikel kami lainnya yang berjudul “Dahsyatnya Dampak Buruk Makanan dan Harta Haram”.



Oleh karena itu, sebagai mu’min yang taat, kita harus mampu memilih hanya makanan yang baik dan halal saja yang kita konsumsi. Yang dimaksud halal disini baik halal pada zatnya maupun pada cara mendapatkannya.


Realita Masyarakat Muslim Indonesia

Namun sungguh sangat ironis bahwa masih banyak kaum muslimin yang hampir tidak peduli, menganggap enteng, bahkan cenderung meremehkan kehalalan makanan yang dikonsumsinya.Kodisi ini disebabkan terutama karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang menyebabkan kurangnya kesadaran dan ketidakpedulian dari sebagian besar masyarakat Muslim Indonesia. Secara umum kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang dimaksud adalah:


1. Kurangnya pemahaman dari sisi syariah, tentang perintah dan larangan terkait halal haram, akibat yang ditimbulkan dan pahala serta mafaat yang di dapat jika taat. Akibatnya adalah kurangnya kesadaran, kehati-hatian dan kepedulian. Contohnya ketika makan daging di warung makan (misalnya daging ayam), banyak diantara yang tidak peduli apakah ayam yang dimakan disembelih dengan menyebut nama Allah. Atau banyak yang tidak peduli apakah bumbu-bumbu yang dipakai mengandung bahan haram seperti ang ciu, minyak babi dan lainnya.



2. Kurangnya pengetahuan dari sisi kemajuan teknologi pangan. Terutama pengetahuan tentang bahan makanan, kosmetika, pembersih muka obat-obatan bahkan alat-alat masak serta sandang.

Contohnya saja ketika kita berbicara babi, dengan alasan “efisiensi produksi” dimana bahan-bahan dari babi jauh lebih murah dibanding lainnya, maka penggunaannya menjadi pilihan utama, terutama di negara non Muslim. Padahal banyak sekali produk-produk import yang beredar di negara ini atau produk lokal yang sebagian bahan bakunya import.


Ketidaktahuan ini membuat masyarakat Muslim merasa aman-aman saja ketika mengkonsumsi kapsul dengan bahan gelatin babi, menggunakan pembersih wajah dengan karbon aktif dari tulang babi yang di bakar, atau mandi mensucikan diri dengan menggunakan sabun yang mengandung lemak babi.

Ironisnya kegiatan bernuansa ibadah pun tak lepas dari bahaya ini, misalnya ke masjid dengan menggunakan sandal dari kulit babi, atau sholat sementara dikantongnya ada dompet kulit babi, berbuka puasa dengan air mineral yang di saring menggunakan penyaring arang dari tulang babi, mengolesi kue lebaran menggunakan kuas dari bulu babi, atau berwisata religi sambil menikmati jagung bakar yang bumbunya di oleskan oleh kuas babi, dan masih banyak lagi realita ironis lainnya yang sangat-sangat mengkhawatirkan.


Ini baru satu yang kita bahas yaitu babi, padahal masih banyak bahan baku haram lainnya. Misalnya bahan berasal dari hewan halal namun tidak di sembelih dengan menyebut nama Allah, atau penggunaan anggota tubuh manusia untuk bahan kosmetika, suplemen dan bahkan bahan pelembut makanan.


3. Kurangnya pemahaman dan kewaspadaan atas realita pasar. Dengan alasan harga dan upaya memperoleh keuntungan yang besar, banyak sekali kecurangan-kecurangan yang terjadi di pasar yang tidak disadari oleh masyarakat Muslim. Tengoklah kasus pencampuran daging sapi dengan babi, kasus penyeludupan babi hutan, bangkai ayam untuk bakso, sapi glonggongan, bahkan produk-produk yang sengaja dibuat seoleh halal namun haram.


Untuk yang terkhir ini kami beri satu saja contoh untuk Anda, silahkan cek di google dengan kata kunci “krupuk kulit babi Rejeki”, perhatikan namanya yang sekilas Islami (Rejeki). Untunglah ada keterangan pada kemasannya, bagaimana jika tidak ada keterangan, bisa jadi banyak penggemar krupuk kulit terkecoh memakan kulit babi..


4. Kurangnya pemahaman akan hukum dan peraturan. Contoh yang paling jelas adalah masalah label halal. Bayak diantara kita menganggap bahwa restoran atau produk yang mencantumkan label halal sudah pasti halal. Padahal realitanya banyak label halal adalah “self claim” alias pernyataan sepihak tanpa adanya pengujian dari badan yang berwenang. Jika saja masyarakat paham label seperti apa yang resmi dan yang bukan, maka mereka akan terhindar dari memakan makanan haram atau subhat.



5. Kurangnya pemahaman akan konsep ujian dunia. Keadaan dilematis yang menyulitkan untuk menjaga diri dan keluarga dari barang haram terkadang disikapi secara salah oleh sebagian besar kita. Padahal jika kita memahami bahwa keadaan tersebut merupakan ujian bagi kita untuk selalu taat dan kesempatan besar meraih pahala dari upaya menghindari barang haram, maka pastilah akan berbeda juga sikap kita.


Dengan kondisi dilematis dan sulit membedakan yang halal dan haram ini membuat sebagian Muslim mengeluh bahkan dengan gampang mengatakan “jika ingin 100% halal ya hiduplah di hutan sana. Atau dengan gampang mengatakan bahwa untuk keadaan “darurat” memakan makanan haram boleh-boleh saja. Ironisnya kondisi darurat yang dimaksud tidak difahami dengan benar. Kadang hanya karena tidak enak dengan atasan atau koleganya ia rela ikut jamuan makan di resto yang “subhat” dengan alasan darurat.

Berkaitan dengan konsep ujian dunia, perhatikan hadist berikut : Sesungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah (lelah) dalam mencari rezeki yang halal. (HR. Ad-Dailami)


Surga itu mahal dan tidak hanya bisa dicapai dengan upaya yang seadanya. Harus ada upaya dan pengorbanan besar untuk memperolehnya diantaranya untuk lulus dari ujian dan mengumpulkan bekal pahala sebanyak-banyaknya dari ujian ini. Perhatikan firman Allah dan Sabda Rasullullah berikut ini :


"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu ? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya : "Bilakah datangnya pertolongan Allah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS Al Baqarah 2 : 214)


Kembali ke pembahasan realita kesadaran masyarakat Muslim Indonesia saat ini, dapat disimpulkan bahwa pemahaman dan kesadaran umat akan kondisi saat ini dan kewajiban untuk mewujudkan pola hidup halalan toyyiban merupakan keniscayaan yang tidak bisa ditunda lagi.


Dampak dari Kondisi Masyarakat yang tidak Sadar Halal


Mari kita lihat “beberapa” dampak dari tidak adanya pemahaman dan kesadaran orang Muslim:

Dengan leluasa produk-produk haram dan subhat di produksi karena toh masyarakat Muslim mau membeli dan mengkonsumsinya

Maraknya kecurangan dan pengelabuan produk haram menjadi “seolah” halal, toh masyarakat muslim tidak mengetahuinya, kalaupun ketahuan tidak besar resikonya


Sertifikasi halal bukan menjadi “nilai tambah” bagi produsen karena toh banyak muslim yang tidak mempertanyakannya dan tidak menjadi pertimbangan dalam membeli.

Produsen produk pangan dengan leluasa mencampurkan bahan-bahan haram (dengan pertimbangan harga yang lebih murah) toh masyarakat Muslim tidak mengetahui dan mempertanyakannya.

Hal ini bisa diminimalisir jika saja penduduk Muslim Indonesia mayoritas faham dan sadar. Belum lagi jika sudah bergerak membentuk kekuatan sosial yang akan membawa dampak positif yang menjadi kebalikan dari kondisi diatas, diantaranya:
Produsen tidak lagi leluasa memproduksi produk tanpa sertifikasi Halal, bisa-bisa tidak ada yang membeli karena masyarakat sudah sadar halal.


Kecurangan dan pengelabuhan akan ditekan secara minimal karena masyarakat sudah faham dan sadar, bahkan bisa melakukan tuntutan jika ketahuan.


Sertifikasi Halal akan menjadi nilai tambah bahkan satu keharusan bagi produsen jika ingin produknya laku.

Pemerintah akan lebih terdorong, mudah dan powerfull dalam menetapkan kewajiban sertifikasi Halal untuk produk pangan yang ada di Indonesia, karena merupakan aspirasi dari sebagian besar penduduknya.


Mewujudkan Masyarakat Sadar Halal, Apa Kontribusi Kita?

Pemahaman dan kesadaran masyarakat atas kondisi saat ini dan kewajiban untuk melindungi diri dari sesuatu yang haram ini menurut kami merupakan langkah awal yang harus di perjuangkan. Beginilah selalu siklus da’wah para Rasul. Titik pertama selalu dimulai dari penyampaian ilmu sehingga timbul pemahaman. Pemahaman yang benar dan utuh akan menimbulkan keyakinan dan kesadaran sehingga timbulah motivasi dalam diri yang akan melahirkan amal atau action.



Kesadaran tidak boleh berhenti pada tartan individu namun harus di sebarluaskan. Setiap individu yang telah di fahamkan dan disadarkan oleh da’wah halal ini wajib untuk menyampaikannya kembali ke orang lain. Dimulai dari keluarga terdekat, teman, masyarakat sampai ke tingkatan Negara dan dunia. Beginilah Rasulullah mencontohkan kepada kita. Jika semua ini dikolektifkan dan diorganisir dalam sebuah tatanan amal jama’i yang rapi, niscaya akan melahirkan gerakan dan kekuatan dahsyat untuk merubah kondisi saat ini.



Kesadaran dimulai dari pemahaman. Pemahaman dilahirkan dari pengetahuan yang diolah. Sedang pengetahuan ini tidak akan sampai kepada mereka kecuali ada media dan orang yang menyampaikannya. Pusathalal.com berusaha memfasilitasi hal ini melalui penyediaan media dan materi sosialisasi baik secara online maupun offline. Namun upaya ini akan minim dampaknya jika tidak didukung secara massif oleh seluruh umat untuk turut serta menyampaikan kembali ke orang-orang di sekitarnya, termasuk Anda wahai pembaca yang di rahmati Allah.


Mari kita mulai terhadap diri, keluarga, masyarakat sekitar hingga lingkup Negara dan dunia. Manfaatkan media dan materi yang kami sediakan seoptimal mungkin sebagai alat bantu Anda dalam menjalankan misi da’wah halalan toyyiban. “Siapa yang mencontohkan perbuatan baik dalam Islam, lalu perbuatan itu setelahnya dicontoh (orang lain), maka akan dicatat untuknya pahala seperti pahala orang yang mencontohnya tanpa dikurangi sedikit pun pahala mereka yang mencontohnya. Dan barang siapa mencontohkan perbuatan buruk, lalu perbuatan itu dilakukan oleh orang lain, maka akan ditulis baginya dosa seperti dosa orang yang menirunya tanpa mengurangi mereka yang menirunya. (HR. Muslim dari Jarir bin Abdillah ra).


Semoga Allah memberikan kemudahan dan kekuatan bagi kita semua untuk secara istiqomah berperan mewujudkan Indonesia sebagai negeri halalan toyyiban. Amin ya Robb.



Ceppy Indra Bestari – PusatHalal.com

http://www.pusathalal.com/index.php?option=com_content&Itemid=475&catid=146:info-penting-halal-3&id=599&view=article

Tidak ada komentar:

Posting Komentar