“Kewajiban mengkonsumsi makanan halal pada
dasarnya adalah perintah Allah SWT kepada seluruh manusia, bukan hanya
umat Muslim. Selain Halal, makanan juga harus thayyib, artinya baik,
terhadap tubuh seseorang. Ini artinya halal dan thayyib layaknya dua
sisi pada satu mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.”
Untuk kehalalan tumbuhan obat, pada dasarnya adalah halal, namun bisa
menjadi haram apabila dalam pengolahan dan pemrosesan lanjut dengan
bahan tambahan dan atau bahan penolong yang tidak halal.
Demikian disampaikan oleh Ir. Muti Arintawati, M.Si., Wakil Direktur
LPPOM MUI pada acara Talkshow bertemakan “Sehat dan halal dengan
Tumbuhan Obat” (22/5) yang merupakan salah satu rangkaian acara untuk
memeriahkan HUT Kebun Raya Bogor yang ke-196.
Ditambahkan, apabila kita sebagai konsumen merasa ragu akan kehalalan
produk tumbuhan obat yang telah diolah, maka langkah yang paling praktis
adalah melihat apakah sudah ada logo halal MUI atau belum. Apabila
sudah ada, maka kehalalan tersebut sudah dikaji oleh MUI, namun apabila
belum, maka konsumen bisa menanyakan langsung kepada produsennya.
Animo masyarakat terhadap acara ini sangat tinggi, terbukti kurang
lebih 100 orang hadir pada acara ini. Mereka berasal dari para peneliti
LIPI, pemerhati tumbuhan obat dan akademisi beberapa Perguruan Tinggi
seperti IPB, UNPAD, Universitas Pakuan dan yang lainnya.
Samsul Hidayat, peneliti utama ekologi tumbuhan obat Kebun Raya Bogor,
mengatakan bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberi wawasan
kepada masyarakat bahwa selain aspek kesehatan pada obat, aspek syariah
dalam hal ini halal, merupakan aspek yang harus diperhatikan pula.
Selain Ir. Muti Arintawati, M.Si, pada acara ini hadir pula Ferry Wong,
seorang herbalis dan acupunkturis. Ferry Wong menambahkan selain proses
dan pengolahan, kehalalan tumbuhan obat dipengaruhi dari cara
memperolehnya, apakah didapat dengan cara halal atau haram. (YS)
http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/detil_page/8/1493
Tidak ada komentar:
Posting Komentar